Minggu, 02 Oktober 2022

 

Penggunaan Metode Related Imagination untuk Meningkatkan

Ketrampilan Berbicara pada Siswa Kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang

 

Fandi Ahmad

 

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Universitas Muhammadiyah Malang

 

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa kelas IV di SDN Kepanjen 2 Jombang, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan mengacu pada prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK).  Adapun rumusan masalah penelitian sebagai berikut : (1) Bagaimana penggunaan metode Related Imagination untuk meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang? (2) Bagaimana peningkatan ketrampilan berbicara setelah menggunakan metode Related Imagination pada siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang? Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mendeskripsikan penggunaan metode Related Imagination dalam meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang; dan (2) Untuk mengetahui ketrampilan berbicara setelah menggunakan metode Related Imagination pada siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketrampilan berbicara meningkat, dari rata-rata skor 91,07% pada siklus I menjadi 91,96% pada siklus II. Selain itu, aktivitas belajar siswa juga mengalami peningkatan dari rata-rata skor 78.12% menjadi 90.65%. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dari rata-rata nilai 75.65% menjadi 85.21%.

Kata Kunci: Metode Related Imagination, Ketrampilam Berbicara, Siswa.

PENDAHULUAN

            Dalam sebuah kegiatan pembelajaran, keterampilan berbicara tidak hanya harus dimiliki dan dikuasai oleh guru, tetapi juga harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik. Hal ini sama dengan pengertian berbicara menurut Tarigan (dalam Haryadi, 1996: 54), “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan pendapat serta pikiran, gagasan dan perasaan”. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2014) standar isi Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Dengan adanya acuan dan tuntutan tersebut, sangat penting bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang dapat melatih siswa menggunakan keterampilan berbahasanya dengan baik dan benar.

Pembelajaran yang dapat melatih siswa berbicara dapat dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang langkah-langkahnya dapat mengaktifkan siswa untuk latihan berbahasa. Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk membuat siswa berbicara, tetapi dalam hal ini dibutuhkan model pembelajaran yang mengutamakan keterampilan siswa dalam berbahasa yang salah satunya adalah berbicara. Arini, dkk (2006) menyebutkan beberapa strategi pembelajaran berbicara yang dapat dilakukan baik di rumah maupun di sekolah antara lain: (1) percakapan; (2) memperlihatkan dan bercerita; (3) diskusi; (4) bercerita; (5) laporan lisan; (6) wawancara; (7) pertunjukan drama; (8) bermain peran; (9) pertunjukan boneka; dan (10) berbicara serempak.

Saat dilakukan observasi di SDN Kepanjen 2 Jombang yaitu pada kelas IV Tahun Ajaran 2021/2022, realitas pengajaran bahasa di kelas khususnya dalam aspek keterampilan berbicara kurang maksimal. Kenyataan itu, dapat dilihat ketika pelaksanaan pembelajaran di kelas tersebut. Guru meminta siswa untuk menyampaikan cerita dengan urutan yang baik. Pada saat bercerita, siswa terlihat sulit memulai cerita, mengaitkan sebab akibat, dan menyusun alur  cerita yang disampaikan, selain itu siswa tidak fokus dalam menguraikan gagasan terkait topik persoalan yang disampaikan sehingga tidak sistematis.

Persoalan lain yang terjadi adalah siswa bosan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh temannya sendiri terlebih lagi cerita itu tidak dapat menarik perhatian mereka. Pilihan  diksi Bahasa Indonesia siswa juga masih sangat minim, sehingga membuat guru harus mengajar dengan bantuan terjemahan bahasa daerah. Beberapa istilah Bahasa Indonesia, harus diterjemahkan guru dengan bahasa daerah.Hal ini membuktikan bahwa banyak siswa yang belum terampil dalam berbicara khususnya menyampaikan cerita. Rendahnya nilai keterampilan berbicara siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang disebabkan oleh cara mengajar guru yang kurang inovatif. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan untuk mengikuti pelajaran. Cara lain yang pernah dilakukan, yakni dengan teknik penugasan melalui contoh yang diberikan oleh guru. Cara itu juga tidak dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Disamping itu. guru hanya memberikan sedikit porsi untuk praktik langsung yang sifatnya menantang perhatian dan kemampuan imajinasi siswa. Jika kondisi pembelajaran seperti itu dibiarkan, maka keterampilan berbicara siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang akan terus berada pada tingkat rendah. Di sinilah peran guru dituntut mampu untuk mencari cara agar kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi lebih aktif, terutama dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berbicara siswa melalui metode pembelajaran yang menarik.

Metode pembelajaran Related Imagination merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut apalagi dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa. Metode pembelajaran Related Imagination merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dilandasi oleh teori belajar kostruktivisme. Hal ini tampak dari metode pembelajaran Related Imagination yang mengutamakan peran individu atau siswa dalam belajar. Siswa dituntut untuk belajar dengan menggunakan semua indera, siswa juga  diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan menentukan sikapnya sendiri terhadap setiap topik yang diberikan. Peran guru dalam metode pembelajaran ini hanya menyediakan topik imajinasi sebagai pemantik, memberi motivasi (support) kepada siswa untuk belajar dan membimbingnya.

Dalam penerapan metode pembelajaran Related Imagination, siswa akan bekerja secara mandiri dalam suasana yang mendukung dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah imajinasi, menyampaikan gagasan atas imajinasinya dan berkomunikasi sehingga keterampilan berbicara siswa pun akan meningkat. Dalam menyelesaikan proses imajinasi, masing-masing siswa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan proses imajinasinya sesuai topik yang diberikan. Kemudian siswa saling bercerita satu sama lain. Lie (2010) menyatakan, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi

 

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

            Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat relektif dengan melakukan tindakan–tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik–praktik pembelajaran di kelas secara profesional (Suyanto dalam Muslich 2016). PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara (1) Merencanakan, (2) Melaksanakan, (3) Mengobservasi, dan (4) Merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipasif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Model PTK yang digunakan peneliti adalah PTK model Kurt Lewin, yaitu bahwa setiap alur siklus PTK terdiri dari empat komponen (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi).

           

Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langka yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, dan dokumentasi



LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD FILENYA DI BAWAH INI..!!

Penggunaan Metode Related Imagination

Senin, 19 September 2022

KREATIFITAS DAN KOMUNIKASI; AMUNISI PENINGKAT MOTIVASI SISWA MENUJU MERDEKA BELAJAR

Ach. Rudy Hartarto

 

Upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia merupakan proyek besar dan kompleks dengan melibatkan semua komponen bangsa. Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan kekuatan suatu bangsa. Maka upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan bagian dari upaya-upaya untuk memajukan bangsa. Kita tentu berharap, Kementrian Pendidikan dan kebudayang riset dan teknologi bisa terus melakukan perbaikan dan evaluasi secara terukur dari setiap program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Berbagai dampak positif harus diapresiasi, sembari terus melakukan pembenahan demi meningkatkan dunia pendidikan Indonesia di masa depan. Meningkatkan kualitas pendidikan harus terus dilakukan demi menciptakan generasi bangsa yang tangguh dan mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang. Kurikulum Merdeka menjadi bagian dari upaya membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan.

Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan, Kurikulum Merdeka hadir untuk menanggulangi krisis pembelajaran, dan menciptakan generasi adaptif yang siap untuk menghadapi perubahan zaman dengan kemandirian. Surat Keputusan BSKAP Nomor 044/H/KR/2022 telah menetapkan lebih dari 140.000 satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023. Kurikulum Merdeka diharapkan bisa menjadi jalan untuk menciptakan pendidikan yang memerdekakan, sehingga peserta didik belajar dengan antusias, ceria, sesuai minat dan bakat. Di tengah suasana pembelajaran di sekolah yang selama ini monoton dan kurang menarik bagi siswa karena banyaknya materi dan proses pembelajaran yang cenderung masih bersifat hafalan (kognitif) minim menyentuh aspek afektif dan psikomotorik, Kurikulum Merdeka hadir menawarkan keleluasaan dan fleksibilitas serta pembelajaran yang interaktif, sederhana, esensial dan mendalam. Keleluasaan dan fleksibilitas dihadirkan demi terciptanya pendidikan yang lebih menyenangkan, bermakna, dan berkualitas.

Kurikulum Merdeka menghadirkan perubahan yang mendasar sehingga dibutuhkan kesiapan oleh semua pihak dalam penerapannya. Inilah yang menjadi tantangan dalam menghadapi implementasi Kurikulum Merdeka. Adapun tantangan yang dihadapi dalam implementasi Kurikulum Merdeka adalah: Pertama, kesiapan guru / pendidik. Keleluasaan bisa menjadi tantangan ketika pendidik belum siap dengan keleluasaan yang diberikan. Selama ini, pendidik cenderung mengajar dengan pendekatan yang sama, menilai kemampuan dan capaian peserta didik dengan satu ukuran yang sama. Pada Kurikulum Merdeka, mindset dan kebiasaan tersebut diubah. Guru dituntut menjadi mentor dan fasilitator bagi keragaman siswa, mendiagnosa potensi siswa, serta memberi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan capaian masing-masing. Guru harus bisa membuat anak didiknya menjadi pembelajar aktif yang mandiri. Melihat tantangan tersebut, sangat penting bagi Kemdikbudristek terus memberi bekal dan pelatihan bagi pendidik agar mampu mengimplementasikan kurikulum Merdeka dengan baik. Keleluasaan terhadap guru dan sekolah dalam Kurikulum Merdeka bukan berarti lepas dari tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, kesiapan anak didik. Tak hanya pendidik, ketidaksiapan siswa juga bisa menjadi tantangan dalam Kurikulum Merdeka. Keleluasaan dalam memilih materi yang akan dipelajari, harus tetap mendapatkan bimbingan dan support yang positif, baik dari pendidik maupun orang tua. Bimbingan yang dimkasud adalah bagaimana pendidik memandu dan mendorong agar potensi dan kreativitas anak didik bisa tergali, terasah, dan berkembang optimal. Kesuksesan pada Implementasi Kurikulum Merdeka bergantung pada kesiapan guru, anak didik, kepala sekolah, dan seluruh stake holder terkait. Semua mesti paham peranan masing-masing dan bersinergi untuk menciptakan suatu perubahan positif demi meningkatkan kualitas pendidikan.

Kurikulum Merdeka lebih fokus pada kompetensi siswa sehingga muatan pelajaran disederhanakan agar peserta didik memiliki lebih banyak waktu untuk mempelajari suatu konsep secara mendalam. Strategi yang dilakukan adalah dengan merancang Capaian Pembelajaran (CP) yang diatur dalam fase-fase dan dirumuskan dalam bentuk naratif yang merangkaikan kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan. Capaian pembelajaran memuat sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang disusun secara komprehensif dalam bentuk narasi. Menyesuaikan tahap perkembangan peserta didik dan pemetaan capaian pembelajaran dibagi sesuai fase usia. Dalam setiap CP juga dirumuskan karakteristik dari setiap mata pelajaran termasuk domain atau elemen pembentuk mata pelajaran tersebut. Sehingga menjadi lebih jelas kompetensi dan konsep utama yang dipelajari peserta didik berkembang dari satu fase ke fase berikutnya. Pada jenjang sekolah dasar, Kurikulum Merdeka dibagi menjadi 3 fase sebagaimana tertuang dalam kepmendikbudristek Nomor 008/H/KR/2022 yang meliputi; Fase A kelas 1 dan 2, Fase B kelas 3 dan 4, Fase C kelas 5 dan 6.

Dibutuhkan juga pendekatan yang beragam dalam proses pembelajaran yang tidak hanya berupa ceramah, namun juga diskusi interaktif, proses belajar yang bertumpu pada keingintahuan dan penemuan (inquiry and discovery learning), proses belajar yang berpihak pada anak (student-centered learning), proses belajar yang berbasis pada pemecahan masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis proyek nyata dalam kehidupan (project based learning), dan proses belajar yang kolaboratif (collaborative learning). Berbagai pendekatan ini memberi ruang bagi tumbuhnya keterampilan yang berharga seperti budaya berpikir kritis, kecakapan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan menjadi peserta didik yang kreatif. Dengan demikian sebagai seorang guru sangatlah diperlukan kreatifitas dan keahlian komunikasi yang baik demi tersampaikannya pembelajaran kepada semua siswanya.

Setiap individu pasti memiliki keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Perubahan tersebut dapat tercapai dengan belajar. Begitu juga peserta didik di sekolah, tentunya mereka memiliki keinginan untuk berubah, mengetahui banyak hal, berkeinginan meningkatkan kreativitas dan intelektual yang ada dalam dirinya. Namun, dalam pelaksanaan proses belajar peserta didik mengalami berbagai macam kondisi psikologis di antaranya naik turunnya dorongan untuk belajar atau motivasi untuk belajar. Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam bidang pendidikan motivasi tentunya berorientasi pada pencapaian kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk semangat dalam belajarnya (Thoifuri, 2013:96). Selama ini banyak peserta didik seperti kehilangan motivasi dalam belajar. Secara fisik mereka hadir di ruang kelas hanya untuk melakukan rutinitas belajar sesuai jadwal pelajaran yang sudah disusun oleh sekolah. Peserta didik hanya sebagai objek dan hanya menampung apa yang disampaikan oleh guru, sehingga mereka kehilangan tujuan untuk apa mereka belajar dan belajar di sekolah hanya formalitas saja. Kegiatan pembelajaran pun menjadi pasif dan membosankan. Interaksi yang kaku antara guru dan peserta didik menyebabkan turunnya motivasi belajar peserta didik. Sebagai guru harus memahami keadaan peserta didiknya, di sini lah keprofesionalan guru dibuktikan dengan bagaimana guru berinteraksi dengan peserta didik. Guru harus memahami bagaimana membangun kembali motivasi dan menjaga serta meningkatkan motivasi belajar peserta didiknya. Dalam pelaksanannya guru harus dapat mengelola kegiatan pembelajaran dengan kreatif. Guru yang kreatif dapat memanfaatkan segala yang ada agar interaksi belajar mengajar dapat berlangsung dengan menyenangkan dan membuat peserta didik termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Guru dapat mengoptimalkan kreativitasnya memotivasi peserta didik baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam misalnya guru harus pandai menjadi pribadi yang dekat dengan peserta didik. Sedangkan dari luar misalnya guru dapat memilih metode yang tepat dan menggunakan media yang sesuai sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar.

Penerapan pada Sekolah Dasar Negeri Karangnangka IV Kecamatan Raas demi terlaksananya pembelajaran yang lebih baik sesuai yang diharapkan pada kurikulum merdeka, dimulai dengan kegiatan mengidentifikasi masalah, eksplorasi penyebab masalah, dan penentuan penyebab masalah. kemudian dilanjut dengan eksplorasi alternatif solusi, penentuan solusi dan pembuatan rencana aksi serta evaluasi. berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah didapatkan kesimpulan dari rumusan masalah bahwa siswa kesulitan dalam mengerjakan dan memahami maksud dari soal cerita disebabkan pembelajaran kurang menarik sehingga berkurangnya motivasi belajar siswa. Maka diperlukannya solusi yang tepat yaitu pemilihan pendekatan dan model pembelajaran tepat. Dalam hal ini model pembelajaran PjBL(project based learning) dirasa tepat dijadikan sebagai alternatif solusi dari masalah tersebut. Selanjutnya adalah pemilihan media dan bahan ajar yang tepat sehingga diperlukannya kreatifitas seorang guru dalam memilih dan membuat media dan bahan pembelajaran.

Bahan ajar video serta animasi bisa dipakai untuk menerangkan materi. Konsep-konsep yang bersifat abstrak dapat divisualisasikan sehingga mudah ditangkap oleh siswa. Pemilihan kumpulan gambar bergerak atau animasi serta kumpulan video percobaan yang bisa mempermudah dalam memahami materi menujukkan kreatifitas seorang guru dalam pembelajaran. Pemilihan media dan bahan ajar juga tidak terlepas dari cara seorang guru menggkomunikasikan atau menjelaskannya kembali. Sehingga dengan menerapkan dan memaksimalkan kreatifitas dan cara berkomunikasi yang baik dengan siswa bisa tercapainya pembelajaran yang maksimal, mudah dipahami oleh siswa, dan siswa menjadi lebih senang dalam pelajaran sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa, khususnya pada kurikulum merdeka yang dituntut untuk meningkatkan atau megembangkan kompetensi siswa sesuai fase.

 


 

Daftar Pustaka

Thoifuri. 2013. Menjadi Guru Inisiator. Semarang. Media Campus Publishing

A. M., Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Rajawali Pers.

Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 008/H/KR/2022 tentang capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka

 

 

 

 

 


Biodata Penulis

 

ACH. RUDY HARTARTO, Lahir di Sumenep pada tanggal 14 Januari 1990, mulai aktif di dunia Pendidikan sejak tahun 2010 sebagai tenaga tata usaha, operator sekolah dan aktif mengajar setelah menyelesaikan perkuliahan pada tahun 2016 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas W.R. Supratman Surabaya. Kini aktif mengajar di SDN Karangnangka IV Kecamatan Raas Kabupaten Sumenep. pesan penulis, Dirimu yang sekarang adalah pilihan mu sendiri di masa lalu, maka bangunlah dirimu mulai hari ini dengan pengalaman pengalaman yang hebat.

DOWNLOAD