Kamis, 13 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Penggunaan Metode Related Imagination untuk Meningkatkan
Ketrampilan Berbicara pada Siswa Kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang
Fandi Ahmad
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Universitas
Muhammadiyah Malang
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa kelas
IV di SDN Kepanjen 2 Jombang, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian dengan mengacu pada prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun rumusan masalah penelitian sebagai
berikut : (1) Bagaimana penggunaan metode Related
Imagination untuk meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa kelas IV
SDN Kepanjen 2 Jombang? (2) Bagaimana peningkatan ketrampilan berbicara setelah
menggunakan metode Related Imagination pada
siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang? Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan
masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
(1) Untuk mendeskripsikan penggunaan metode Related
Imagination dalam meningkatkan ketrampilan berbicara pada siswa kelas IV
SDN Kepanjen 2 Jombang; dan (2) Untuk mengetahui ketrampilan berbicara setelah
menggunakan metode Related Imagination
pada siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketrampilan berbicara meningkat, dari rata-rata skor 91,07% pada siklus I
menjadi 91,96% pada siklus II. Selain itu, aktivitas belajar siswa juga
mengalami peningkatan dari rata-rata skor 78.12% menjadi 90.65%. Hasil belajar
siswa juga mengalami peningkatan dari rata-rata nilai 75.65% menjadi 85.21%.
Kata Kunci: Metode Related
Imagination, Ketrampilam Berbicara, Siswa.
PENDAHULUAN
Dalam
sebuah kegiatan pembelajaran, keterampilan berbicara tidak hanya harus dimiliki
dan dikuasai oleh guru, tetapi juga harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta
didik. Hal ini sama dengan pengertian berbicara menurut Tarigan (dalam Haryadi,
1996: 54), “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan pendapat serta pikiran, gagasan dan
perasaan”. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2014)
standar isi Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: pembelajaran Bahasa
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia. Dengan adanya acuan dan tuntutan tersebut, sangat penting
bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang dapat melatih siswa menggunakan
keterampilan berbahasanya dengan baik dan benar.
Pembelajaran yang dapat melatih siswa berbicara dapat
dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang langkah-langkahnya dapat
mengaktifkan siswa untuk latihan berbahasa. Banyak metode pembelajaran yang
dapat digunakan untuk membuat siswa berbicara, tetapi dalam hal ini dibutuhkan
model pembelajaran yang mengutamakan keterampilan siswa dalam berbahasa yang
salah satunya adalah berbicara. Arini, dkk (2006) menyebutkan beberapa strategi
pembelajaran berbicara yang dapat dilakukan baik di rumah maupun di sekolah
antara lain: (1) percakapan; (2) memperlihatkan dan bercerita; (3) diskusi; (4)
bercerita; (5) laporan lisan; (6) wawancara; (7) pertunjukan drama; (8) bermain
peran; (9) pertunjukan boneka; dan (10) berbicara serempak.
Saat dilakukan observasi di SDN Kepanjen 2 Jombang
yaitu pada kelas IV Tahun Ajaran 2021/2022, realitas pengajaran bahasa di kelas
khususnya dalam aspek keterampilan berbicara kurang maksimal. Kenyataan itu,
dapat dilihat ketika pelaksanaan pembelajaran di kelas tersebut. Guru meminta
siswa untuk menyampaikan cerita dengan urutan yang baik. Pada saat bercerita,
siswa terlihat sulit memulai cerita, mengaitkan sebab akibat, dan menyusun alur
cerita yang disampaikan, selain itu
siswa tidak fokus dalam menguraikan gagasan terkait topik persoalan yang
disampaikan sehingga tidak sistematis.
Persoalan lain yang terjadi adalah siswa bosan
mendengarkan cerita yang disampaikan oleh temannya sendiri terlebih lagi cerita
itu tidak dapat menarik perhatian mereka. Pilihan diksi Bahasa Indonesia siswa juga masih
sangat minim, sehingga membuat guru harus mengajar dengan bantuan terjemahan
bahasa daerah. Beberapa istilah Bahasa Indonesia, harus diterjemahkan guru
dengan bahasa daerah.Hal ini membuktikan bahwa banyak siswa yang belum terampil
dalam berbicara khususnya menyampaikan cerita. Rendahnya nilai keterampilan
berbicara siswa kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang disebabkan oleh cara mengajar
guru yang kurang inovatif. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah
sehingga siswa merasa bosan untuk mengikuti pelajaran. Cara lain yang pernah
dilakukan, yakni dengan teknik penugasan melalui contoh yang diberikan oleh
guru. Cara itu juga tidak dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Disamping itu. guru hanya memberikan sedikit porsi untuk praktik
langsung yang sifatnya menantang perhatian dan kemampuan imajinasi siswa. Jika
kondisi pembelajaran seperti itu dibiarkan, maka keterampilan berbicara siswa
kelas IV SDN Kepanjen 2 Jombang akan terus berada pada tingkat rendah. Di
sinilah peran guru dituntut mampu untuk mencari cara agar kondisi pembelajaran
Bahasa Indonesia menjadi lebih aktif, terutama dalam upaya meningkatkan dan
mengembangkan keterampilan berbicara siswa melalui metode pembelajaran yang
menarik.
Metode pembelajaran Related Imagination merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut apalagi dalam pembelajaran ketrampilan
berbahasa. Metode pembelajaran Related
Imagination merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
dilandasi oleh teori belajar kostruktivisme. Hal ini tampak dari metode
pembelajaran Related Imagination yang
mengutamakan peran individu atau siswa dalam belajar. Siswa dituntut untuk
belajar dengan menggunakan semua indera, siswa juga diberikan kesempatan untuk mengembangkan
pengetahuan dan menentukan sikapnya sendiri terhadap setiap topik yang
diberikan. Peran guru dalam metode pembelajaran ini hanya menyediakan topik
imajinasi sebagai pemantik, memberi motivasi (support) kepada siswa untuk
belajar dan membimbingnya.
Dalam penerapan metode pembelajaran Related Imagination, siswa akan bekerja
secara mandiri dalam suasana yang mendukung dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah imajinasi, menyampaikan gagasan atas imajinasinya dan
berkomunikasi sehingga keterampilan berbicara siswa pun akan meningkat. Dalam
menyelesaikan proses imajinasi, masing-masing siswa memiliki tanggung jawab
untuk menyelesaikan proses imajinasinya sesuai topik yang diberikan. Kemudian
siswa saling bercerita satu sama lain. Lie (2010) menyatakan, guru
memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam
kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
berimajinasi
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk penelitian yang
bersifat relektif dengan melakukan tindakan–tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan atau meningkatkan praktik–praktik pembelajaran di kelas secara
profesional (Suyanto dalam Muslich 2016). PTK adalah penelitian yang dilakukan
oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara (1) Merencanakan, (2) Melaksanakan,
(3) Mengobservasi, dan (4) Merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipasif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat. Model PTK yang digunakan peneliti adalah PTK
model Kurt Lewin, yaitu bahwa setiap alur siklus PTK terdiri dari empat
komponen (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi).
Teknik Pengumpulan
Data
Menurut Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langka yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, dan dokumentasi
LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD FILENYA DI BAWAH INI..!!
Senin, 19 September 2022
KREATIFITAS DAN
KOMUNIKASI; AMUNISI PENINGKAT MOTIVASI SISWA MENUJU MERDEKA BELAJAR
Ach. Rudy Hartarto
Upaya untuk membangun dan
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia merupakan proyek besar dan
kompleks dengan melibatkan semua komponen bangsa. Pendidikan merupakan kunci
kemajuan dan kekuatan suatu bangsa. Maka upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan merupakan bagian dari upaya-upaya untuk memajukan bangsa.
Kita tentu berharap, Kementrian Pendidikan dan kebudayang riset dan teknologi bisa
terus melakukan perbaikan dan evaluasi secara terukur dari setiap program yang
telah dilaksanakan sebelumnya. Berbagai dampak positif harus diapresiasi,
sembari terus melakukan pembenahan demi meningkatkan dunia pendidikan Indonesia
di masa depan. Meningkatkan kualitas pendidikan harus terus dilakukan demi
menciptakan generasi bangsa yang tangguh dan mampu menghadapi tantangan zaman
yang terus berkembang. Kurikulum Merdeka menjadi bagian dari upaya membangun
dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Mendikbudristek Nadiem Makarim
mengungkapkan, Kurikulum Merdeka hadir untuk menanggulangi krisis pembelajaran,
dan menciptakan generasi adaptif yang siap untuk menghadapi perubahan zaman
dengan kemandirian. Surat Keputusan BSKAP Nomor 044/H/KR/2022 telah menetapkan
lebih dari 140.000 satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada
tahun ajaran 2022/2023. Kurikulum Merdeka diharapkan bisa menjadi jalan untuk
menciptakan pendidikan yang memerdekakan, sehingga peserta didik belajar dengan
antusias, ceria, sesuai minat dan bakat. Di tengah suasana pembelajaran di
sekolah yang selama ini monoton dan kurang menarik bagi siswa karena banyaknya
materi dan proses pembelajaran yang cenderung masih bersifat hafalan (kognitif)
minim menyentuh aspek afektif dan psikomotorik, Kurikulum Merdeka hadir
menawarkan keleluasaan dan fleksibilitas serta pembelajaran yang interaktif,
sederhana, esensial dan mendalam. Keleluasaan dan fleksibilitas dihadirkan demi
terciptanya pendidikan yang lebih menyenangkan, bermakna, dan berkualitas.
Kurikulum Merdeka menghadirkan
perubahan yang mendasar sehingga dibutuhkan kesiapan oleh semua pihak dalam
penerapannya. Inilah yang menjadi tantangan dalam menghadapi implementasi
Kurikulum Merdeka. Adapun tantangan yang dihadapi dalam implementasi Kurikulum
Merdeka adalah: Pertama, kesiapan guru / pendidik. Keleluasaan bisa menjadi
tantangan ketika pendidik belum siap dengan keleluasaan yang diberikan. Selama
ini, pendidik cenderung mengajar dengan pendekatan yang sama, menilai kemampuan
dan capaian peserta didik dengan satu ukuran yang sama. Pada Kurikulum Merdeka,
mindset dan kebiasaan tersebut diubah. Guru dituntut menjadi mentor dan
fasilitator bagi keragaman siswa, mendiagnosa potensi siswa, serta memberi
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan capaian masing-masing.
Guru harus bisa membuat anak didiknya menjadi pembelajar aktif yang mandiri. Melihat
tantangan tersebut, sangat penting bagi Kemdikbudristek terus memberi bekal dan
pelatihan bagi pendidik agar mampu mengimplementasikan kurikulum Merdeka dengan
baik. Keleluasaan terhadap guru dan sekolah dalam Kurikulum Merdeka bukan
berarti lepas dari tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kedua,
kesiapan anak didik. Tak hanya pendidik, ketidaksiapan siswa juga bisa menjadi
tantangan dalam Kurikulum Merdeka. Keleluasaan dalam memilih materi yang akan
dipelajari, harus tetap mendapatkan bimbingan dan support yang positif, baik
dari pendidik maupun orang tua. Bimbingan yang dimkasud adalah bagaimana pendidik
memandu dan mendorong agar potensi dan kreativitas anak didik bisa tergali,
terasah, dan berkembang optimal. Kesuksesan pada Implementasi Kurikulum Merdeka
bergantung pada kesiapan guru, anak didik, kepala sekolah, dan seluruh stake
holder terkait. Semua mesti paham peranan masing-masing dan bersinergi untuk
menciptakan suatu perubahan positif demi meningkatkan kualitas pendidikan.
Kurikulum Merdeka lebih fokus pada
kompetensi siswa sehingga muatan pelajaran disederhanakan agar peserta didik
memiliki lebih banyak waktu untuk mempelajari suatu konsep secara mendalam. Strategi
yang dilakukan adalah dengan merancang Capaian Pembelajaran (CP) yang diatur
dalam fase-fase dan dirumuskan dalam bentuk naratif yang merangkaikan kemampuan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan. Capaian pembelajaran
memuat sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang disusun secara
komprehensif dalam bentuk narasi. Menyesuaikan tahap perkembangan peserta didik
dan pemetaan capaian pembelajaran dibagi sesuai fase usia. Dalam setiap CP juga
dirumuskan karakteristik dari setiap mata pelajaran termasuk domain atau elemen
pembentuk mata pelajaran tersebut. Sehingga menjadi lebih jelas kompetensi dan konsep
utama yang dipelajari peserta didik berkembang dari satu fase ke fase berikutnya.
Pada jenjang sekolah dasar, Kurikulum Merdeka dibagi menjadi 3 fase sebagaimana
tertuang dalam kepmendikbudristek Nomor 008/H/KR/2022 yang meliputi; Fase A
kelas 1 dan 2, Fase B kelas 3 dan 4, Fase C kelas 5 dan 6.
Dibutuhkan juga pendekatan yang
beragam dalam proses pembelajaran yang tidak hanya berupa ceramah, namun juga diskusi
interaktif, proses belajar yang bertumpu pada keingintahuan dan penemuan (inquiry
and discovery learning), proses belajar yang berpihak pada anak (student-centered
learning), proses belajar yang berbasis pada pemecahan masalah (problem based
learning), pembelajaran berbasis proyek nyata dalam kehidupan (project based
learning), dan proses belajar yang kolaboratif (collaborative learning).
Berbagai pendekatan ini memberi ruang bagi tumbuhnya keterampilan yang berharga
seperti budaya berpikir kritis, kecakapan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan
menjadi peserta didik yang kreatif. Dengan demikian sebagai seorang guru sangatlah
diperlukan kreatifitas dan keahlian komunikasi yang baik demi tersampaikannya
pembelajaran kepada semua siswanya.
Setiap individu pasti memiliki
keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Perubahan
tersebut dapat tercapai dengan belajar. Begitu juga peserta didik di sekolah, tentunya
mereka memiliki keinginan untuk berubah, mengetahui banyak hal, berkeinginan meningkatkan
kreativitas dan intelektual yang ada dalam dirinya. Namun, dalam pelaksanaan proses
belajar peserta didik mengalami berbagai macam kondisi psikologis di antaranya naik
turunnya dorongan untuk belajar atau motivasi untuk belajar. Motivasi adalah kondisi
psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam bidang pendidikan
motivasi tentunya berorientasi pada pencapaian kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk semangat dalam belajarnya (Thoifuri, 2013:96). Selama ini banyak
peserta didik seperti kehilangan motivasi dalam belajar. Secara fisik mereka hadir
di ruang kelas hanya untuk melakukan rutinitas belajar sesuai jadwal pelajaran yang
sudah disusun oleh sekolah. Peserta didik hanya sebagai objek dan hanya menampung
apa yang disampaikan oleh guru, sehingga mereka kehilangan tujuan untuk apa mereka
belajar dan belajar di sekolah hanya formalitas saja. Kegiatan pembelajaran pun
menjadi pasif dan membosankan. Interaksi yang kaku antara guru dan peserta
didik menyebabkan turunnya motivasi belajar peserta didik. Sebagai guru harus memahami
keadaan peserta didiknya, di sini lah keprofesionalan guru dibuktikan dengan bagaimana
guru berinteraksi dengan peserta didik. Guru harus memahami bagaimana membangun
kembali motivasi dan menjaga serta meningkatkan motivasi belajar peserta didiknya.
Dalam pelaksanannya guru harus dapat mengelola kegiatan pembelajaran dengan
kreatif. Guru yang kreatif dapat memanfaatkan segala yang ada agar interaksi belajar
mengajar dapat berlangsung dengan menyenangkan dan membuat peserta didik
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Guru dapat mengoptimalkan kreativitasnya
memotivasi peserta didik baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam misalnya
guru harus pandai menjadi pribadi yang dekat dengan peserta didik. Sedangkan dari
luar misalnya guru dapat memilih metode yang tepat dan menggunakan media yang
sesuai sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar.
Penerapan pada Sekolah Dasar Negeri
Karangnangka IV Kecamatan Raas demi terlaksananya pembelajaran yang lebih baik
sesuai yang diharapkan pada kurikulum merdeka, dimulai dengan kegiatan mengidentifikasi
masalah, eksplorasi penyebab masalah, dan penentuan penyebab masalah. kemudian
dilanjut dengan eksplorasi alternatif solusi, penentuan solusi dan pembuatan
rencana aksi serta evaluasi. berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah
didapatkan kesimpulan dari rumusan masalah bahwa siswa kesulitan dalam
mengerjakan dan memahami maksud dari soal cerita disebabkan pembelajaran kurang
menarik sehingga berkurangnya motivasi belajar siswa. Maka diperlukannya solusi
yang tepat yaitu pemilihan pendekatan dan model pembelajaran tepat. Dalam hal
ini model pembelajaran PjBL(project based learning) dirasa tepat dijadikan
sebagai alternatif solusi dari masalah tersebut. Selanjutnya adalah pemilihan
media dan bahan ajar yang tepat sehingga diperlukannya kreatifitas seorang guru
dalam memilih dan membuat media dan bahan pembelajaran.
Bahan ajar video serta animasi bisa
dipakai untuk menerangkan materi. Konsep-konsep yang bersifat abstrak dapat
divisualisasikan sehingga mudah ditangkap oleh siswa. Pemilihan kumpulan gambar
bergerak atau animasi serta kumpulan video percobaan yang bisa mempermudah
dalam memahami materi menujukkan kreatifitas seorang guru dalam pembelajaran.
Pemilihan media dan bahan ajar juga tidak terlepas dari cara seorang guru
menggkomunikasikan atau menjelaskannya kembali. Sehingga dengan menerapkan dan
memaksimalkan kreatifitas dan cara berkomunikasi yang baik dengan siswa bisa
tercapainya pembelajaran yang maksimal, mudah dipahami oleh siswa, dan siswa
menjadi lebih senang dalam pelajaran sehingga meningkatkan motivasi belajar
siswa, khususnya pada kurikulum merdeka yang dituntut untuk meningkatkan atau
megembangkan kompetensi siswa sesuai fase.
Daftar Pustaka
Thoifuri. 2013. Menjadi
Guru Inisiator. Semarang. Media Campus Publishing
A. M., Sardiman. 2011. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Rajawali Pers.
Keputusan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 008/H/KR/2022
tentang capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan
Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka
Biodata Penulis